“Ayo kita menikah.”
What? Apa sih yang barusan kuucapkan? Mengajak Raga menikah? Padahal menikah bukan prioritasku. Tapi rasanya jahat sekali kalau aku menarik ucapanku. Jelas-jelas aku melihat binar bahagia dari wajahnya, setelah seribu kali kutolak lamarannya.
Damn! But life must go on, Aria. Ketimbang kuping panas mendengar sindiran Mama dan ocehan Citra yang sudah kebelet nikah, tapi tidak dibolehkan Mama karena kakak perempuannya ini belum menikah. Mari, akhiri saja drama-desakan-menikah itu dengan menuruti keinginan mereka.
Namun, kekacauan itu terjadilah. Konsep acara, undangan, pakaian, catering. Ditambah lagi perbedaan prinsip antara aku dan Raga. OMG, kemana saja aku selama ini? Sudah pacaran sembilan tahun tapi belum mengenalnya luar-dalam.ÿ
Belum menikah saja sudah begini, bagaimana besok setelah tinggal serumah dan seumur hidup?
[Mizan, Bentang, Nikah, Pacar, Suami, Istri, Psangan, Muda, Indonesia]