Duhai, apakah kau akan memilih mati ketika cinta-sejatimu tidak terwujudkan? Ataukah hanya bisa memeluk lutut, menangis tersedu, bersembunyi di balik pintu seperti anak kecil tidak kebagian sebutir permen? Adalah Jim, pemuda yatim-piatu dipilih oleh Sang Penandai (penjaga dongeng-dongeng), untuk mengukir kisah melupakan sang pujaan hati, Nayla. Adalah Jim, pemuda yang jangankan memegang pedang, membaca pun dia tidak bisa, terpilih untuk menggurat cerita tentang berdamai dengan masa-lalu. Dia harus menyelesaikan pahit-getir perjalanannya—apapun harganya! Karena kita sungguh membutuhkan dongeng ini.
“Apakah kau juga akan mati untukku?” Nayla bertanya lirih. Jim mengangguk, anggukan yang terlalu berani.
«Pembaca harus siap-siap memasuki dunia panorama samudera, gerakannya kolosal, tidak merujuk pada pilar sejarah dan geografi yang eksak, dengan plot tak terduga. Ribuan capung. Sang penandai yang tak kenal masa. Nayla dan cintanya—semua kita terima sebagai pelangi fantasi Tere-Liye» (TAUFIQ ISMAIL, Penyair)